Celana Populer Setelah Perang Dunia
Popularitas penggunaan celana pada perempuan kembali muncul setelah para perempuan sipil mengambil alih pekerjaan tradisional pada saat Perang Dunia I tahun 1914-1918. Saat itu perempuan pejuang menggunakan celana untuk sehari-hari.
Selanjutnya, pada masa Perang Dunia II (1939-1945), celana lebih banyak dikenakan oleh perempuan sipil dan militer, baik di tempat kerja maupun dalam pergaulan.
Wanita terus menikmati mengenakan celana setelah perang, terutama untuk olahraga atau rekreasi. Tetapi tren gaya wanita sebagian besar tetap terpaku pada rok atau gaun selama tahun 1960-970-an.
Tidak hanya dikenakan perempuan sipil, saat itu juga semakin banyak perempuan yang memperjuangkan haknya dalam memakai celana. Hingga pada saat ini, celana merupakan pakaian unisex atau bebas yang dipakai oleh perempuan untuk sehari-hari.
KOMPAS.com - Unggahan yang menyebutkan bahwa keputihan bisa menyebabkan celana dalam (CD) bolong ramai di media sosial.
Unggahan tersebut dimuat melalui akun media sosial X (Twitter) @ohmybeautybank, Minggu (26/11/2023).
Dalam unggahan, terdapat foto celana dalam yang tampak robek di bagian tengahnya dengan serat kainnya yang tak beraturan.
"CW / / CD bolong struggle banget sama keputihan pasti bikin celana bolong, tapi sekarang udah engga," tulis pengunggah.
Unggahan tersebut menarik perhatian banyak warganet. Beberapa mengungkapkan hal yang sama dengan pengunggah.
"Ituu reall sih emg, dulu aku jugaa ngalamin krn cdnya tipis, akhirnya cobaa cd modelan gini awett, bahannya lebi tebel tp tetep adem krn katun strechy," tulis akun @hooplaa_.
"CD ku yang bahannya tipis juga gitu nder. Kalo tebel mah engga," tulis akun @deaystna.
Hingga Senin (27/11/2023) siang, unggahan tersebut telah dilihat sebanyak 497.000 kali dan mendapatkan lebih dari 130 komentar dari warganet.
Lantas, benarkan keputihan bisa menyebabkan celana dalam bolong?
Baca juga: Lucinta Luna Mengaku Keputihan dan Menstruasi Usai Operasi Rahim, Apa Bisa?
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran Uhamka, Wawang Sukarya mengatakan, belum ada penelitian yang menunjukkan celana dalam jadi rentan sobek karena keputihan, meski beberapa orang sering mengaitkan celana dalam yang bolong atau sobek dengan tingkat keasaman pada keputihan wanita.
"Kadar pH normal vagina cenderung ada antara 3.8-4.5. Bila keluar cairan bening, encer, tidak berbau, tidak menimbulkan gatal itu normal terjadi," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (27/11/2023).
"Misalnya, ketika wanita mau menstruasi atau ketika wanita sedang terangsang (untuk melumasi vagina)," lanjutnya.
Baca juga: Muncul Keputihan Saat Beraktivitas, Apakah Sah untuk Shalat?
pH sendiri adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan, termasuk keputihan.
"Bila suasana vagina atau keputihan terlalu asam, maka akan timbul jamur candidiasis. Namun, bila terlalu basa timbul bacteria vaginosis," jelas Wawang.
Menurutnya, celana dalam yang robek bisa disebabkan karena bahannya yang terlalu tipis dan akibat terlalu sering dicuci.
Baca juga: 7 Penyebab Keputihan, akibat Infeksi hingga Tekanan Kerja
Pengaruh pH asam alami
Di sisi lain, dikutip dari Kompas.com (30/12/2022), dokter spesialis Obgyn di University of Chicago Medicine, Jennifer Paul mengatakan, keputihan dapat menyebabkan perubahan warna pada celana dalam wanita.
Menurutnya, cairan keputihan yang menimbulkan bercak pada celana dalam adalah wajar dan normal.
“Asam cairan dapat memudarkan warna pakaian, tetapi penting untuk diingat bahwa itu adalah cairan yang normal dan sehat untuk vagina Anda,” ujar Paul.
Terkait perubahan warna pada celana dalam itu, Paul memastikan hal tersebut dipengaruhi sifat asam dari keputihan itu sendiri.
Sifat asam dapat berinteraksi dengan pewarna di pakaian dalam dan menyebabkan noda serta bisa menyebabkan celana dalam cepat bolong atau rusak.
Sementara itu, asisten profesor kebidanan dan ginekologi di NYU Langone Health di New York City, Taraneh Shirazian mengatakan, untuk mengetahui tingkat keasaman suatu zat, bisa dengan melihat skala pH.
Untuk air murni memiliki pH normal, yakni 7. Sedangkan zat yang bersifat asam memiliki skala pH kurang dari 7.
Shirazian menyampaikan, kisaran pH normal vagina berada di antara 3,5 dan 4,5. Hal itu lah yang membuat cairan yang keluar dari vagina bersifat asam.
Baca juga: Ramuan Herbal yang Bisa Mengatasi Keputihan, Apa Saja?
SENANDIKA.REPUBLIKA.CO.ID —Sering kali wanita menemukan cairan atau noda yang menguning di bagian tengah celana dalam mereka. Tenang, tidak ada alasan untuk panik.
Kondisi itu bisa dikarenakan keputihan, atau cairan vagina yang dapat berubah warna di celana dalam. Keputihan seperti itu adalah kejadian normal dan sehat di tubuh wanita. Hal itu sebenarnya merupakan cara tubuh membersihkan dan melindungi vagina dari infeksi maupun organisme berbahaya lainnya.
“Namun, penting untuk dipahami bahwa keputihan dapat bervariasi dalam tekstur, konsistensi, dan warna, tergantung pada faktor-faktor seperti siklus menstruasi, perubahan hormonal, dan infeksi,” ujar Dr Chandrika Anand, Konsultan Obstetri & Ginekologi, Fortis Hospitals, Nagarbhavi, dikutip dari Indian Express, Kamis (4/5/2023).
Senada, Dr Amina Khalid, seorang dokter kandungan-ginekolog menyebut bahwa banyak dari wanita yang mungkin telah memperhatikan bahwa celana dalam mereka berubah warna di area selangkangan. Ini kemungkinan besar terlihat pada pakaian dalam berwarna gelap seperti hitam atau biru tua.
“Tapi jangan khawatir. Itu sangat normal,” tulis dia di Instagram.
Tetapi mengapa itu bisa terjadi?
Menurut Dr Anand, vagina yang sehat memiliki nilai pH alami antara 3,8 dan 4,5, yang artinya sebagian besar bersifat asam. Vagina memiliki bakteri baik yang disebut lactobacilli, untuk menjaganya tetap sehat dengan mempertahankan tingkat keasaman yang optimal dan mencegah bakteri jahat penyebab infeksi.
Keputihan umumnya meningkat saat wanita berovulasi, serta selama kehamilan. Saat cairan ini terkena udara, dapat menyebabkan noda kuning atau oranye pada pakaian dalam akibat oksidasi.
Meskipun tidak ada yang dapat dilakukan untuk mencegahnya, wanita bisa mencoba metode berikut untuk menghindari perubahan warna:
* Anda dapat mencoba memilih celana dalam berwarna terang pada hari-hari di mana keputihan biasanya lebih banyak, sehingga tidak terlalu terlihat nantinya.
*Anda bisa menggunakan panty liner yang bisa menyerap kotoran dan mencegahnya menodai celana dalam.
*Usahakan untuk menggunakan celana dalam katun sebanyak mungkin, karena dapat mencegah kelembapan terperangkap dan mencegah infeksi.
*Namun, jika Anda melihat gejala keputihan yang tidak normal seperti bau busuk atau warna yang tidak normal, sebaiknya konsultasikan dengan ahli kesehatan.
Dr Ritu Sethi, Direktur, Klinik Spesialis Aura, Gurgaon dan Konsultan Senior Cloud Nine Hospital, Gurgaon, mengatakan keputihan yang tidak normal, bagaimanapun, dapat menjadi tanda infeksi atau kondisi yang mendasarinya. Perubahan warna keputihan dapat menjadi penyebab atau petunjuk tentang hal yang menyebabkan masalah.
Beberapa tanda yang harus diwaspadai dalam hal perubahan warna yang tidak normal akibat keputihan antara lain:
* Keputihan kuning atau hijau: Ini bisa menjadi tanda infeksi bakteri, seperti vaginosis bakteri atau trikomoniasis.
* Keputihan abu-abu: Ini juga bisa menjadi tanda vaginosis bakteri.
* Keputihan: Keputihan yang kental, putih, seperti keju cottage bisa menjadi tanda infeksi jamur.
* Keputihan berwarna coklat atau berdarah: Ini bisa menjadi tanda bercak atau perdarahan menstruasi, tetapi juga dapat menunjukkan masalah lebih serius, seperti kanker serviks atau kehamilan ektopik.
* Kotoran berbusa: Ini bisa menjadi tanda trikomoniasis.
Selama berabad-abad, perempuan zaman dulu tidak diperbolehkan memakai celana, melainkan rok. Bagaimana sejarah perempuan akhirnya bisa memakai celana seperti saat ini?
Dikutip dari Britannica, pada mulanya perempuan di Amerika Serikat lebih banyak yang menggunakan rok. Mereka hanya memakai celana saat bekerja atau melakukan olahraga. Saat itu, tren fashion di masyarakat Barat pun sama.
Pada pertengahan abad ke-20, celana tidak begitu populer di kalangan perempuan meski sejak abad ke-19 sudah banyak perempuan yang memperjuangkan celana. Adopsi celana sebagai pakaian sehari-hari untuk perempuan di masyarakat Barat menemui akarnya pada gerakan reformasi pakaian pertengahan abad ke-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun ada wanita saat ini yang sudah mengenakan pakaian seperti celana jika mereka melakukan latihan fisik atau pekerjaan rumah tangga, pakaian tersebut biasanya tidak terlihat oleh publik. Kebanyakan wanita biasanya mengenakan rok panjang yang terasa berat, terlihat besar, dan membatasi gerak mereka.
Celana Adalah Pakaian Rasional
Seiring berkembangnya waktu, para perempuan memakai celana sebagai "pakaian rasional". Artinya, mereka memilih celana dengan alasan praktis, seperti kenyamanan dan kemudahan bergerak di depan umum.
Selain alasan sederhana, para perempuan sempat mengaitkan penggunaan celana dengan gerakan hak-hak perempuan. Saat itu hak-hak perempuan sangat erat dengan perang salib yang radikal dan kontroversial.
Sosok di Balik Hak Perempuan Bercelana
Di Amerika Serikat, Elizabeth Smith Miller merancang versi awal dari pakaian seperti celana untuk wanita sekitar tahun 1851. Pakaian tersebut terdiri dari rok yang memanjang di bawah lutut dan celana longgar "Turki" yang berkumpul di pergelangan kaki, dan dikenakan dengan jaket pendek di atasnya.
Pakaian tersebut dikenal dengan nama bloomers. Nama tersebut diambil dari nama pengusul desain awal pakaian yakni Miller Amelia Jenks Bloomer. Sosok lain yang turut mendukung pemakaian celana pada perempuan adalah seorang feminis Amerika, Mary Edward Walker dan Elizabeth Cady Stanton.
Meski menikmati popularitas di beberapa kalangan, bloomers menimbulkan banyak kontroversi. Penggunaan sehari-hari mereka kemudian memudar setelah beberapa tahun.
Celana sempat kembali menjadi pakaian yang dikenakan perempuan hanya untuk berolahraga, melakukan pekerjaan rumah, atau dipakai secara pribadi.